Wacana kesenjangan pendidikan perempuan dengan laki-laki, pada dasarnya merupakan mitos sosial yang sudah tidak relevan lagi jika diwacanakan dalam konteks kekinian, di zaman yang sudah serba maju ini. Karena perempuan maupun laki-laki sama-sama berhak untuk mendapat pendidikan yang layak seperti yang telah diamanatkan oleh UUD 45.
Perbincangan masalah perempuan tampaknya akan selalu menjadi perbincangan menarik, baik dalam forum diskusi ilmiah bahkan pada perbincangan sederhana yang barangkali hanya dilakukan oleh segelintir orang saja. Hal tersebut diakibatkan posisi perempuan yang selalu menjadi diskursus di tengah masyarakat.
Konsep domestifikasi perempuan misalnya, acapkali dijadikan alasan untuk menggeser kiprah kaum perempuan dalam struktur sosial. Sehingga tidak heran jika hal tersebut terus menjadi wacana hangat yang sepertinya tidak akan pernah sepi dalam setiap perbincangan.
Dunia pendidikan pun tidak luput dari rentetan wacana perempuan, persoalan kesenjangan pendidikan perempuan menjadi sesuatu yang terus digulirkan, sehingga mengakibatkan adanya sebuah stratifikasi yang sangat lebar antara pendidikan perempuan dan laki-laki.
Pertanyaannya sekarang adalah, apakah wacana tersebut hanya merupakan wacana buta yang secara faktual tidak pernah terjadi, atau dalam bahasa lain hal tersebut digelindingkan hanya untuk menjustifikasi posisi perempuan agar selalu ada di bawah kaum pria. Atau, jangan-jangan wacana semacam ini justru memang merupakan fakta yang secara tidak sadar sudah dialami oleh kaum perempuan sendiri.
Terlepas dari kontroversi yang terjadi, yang jelas ada kemungkinan bahwa kedua asumsi tersebut memang benar. Namun demikian, untuk membuktikan tingkat pendidikan perempuan di Indonesia perlu kita membuka data statistik yang menjadi gambaran kuat akselerasi pendidikan kaum perempuan di negeri tercinta ini.
Menurut data yang ditulis oleh Eka Hamidah (Peneliti SCINIE Bandung), selama periode 1971-1990 pendidikan kaum perempuan yang tidak tamat sekolah dasar (SD) dan tidak sekolah turun dari 80,07 persen menjadi 52,90 persen. Sedangkan tingkat partisipasi di sekolah untuk penduduk wanita usia tujuh hingga 12 tahun pada laporan yang sama menunjukkan angka yang menggembirakan, antara kaum laki-laki dan perempuan tidak berbeda, bahkan sedikit lebih banyak, yakni 91,55 persen berbanding dengan 91,35 persen.
Dari data di atas ada kesimpulan sementara yang bisa dijadikan alasan kuat tentang adanya metologi pendidikan perempuan yang hal tersebut cenderung mendiskriminasikan kaum perempuan, yaitu bahwa pada dasarnya sejak tahun 1990-an pendidikan kaum perempuan sudah hampir setara dengan kaum laki-laki, hanya saja stigma yang terus menggurita kaum perempuan mengakibatkan terus terpuruknya posisi perempuan dalam bidang pendidikan.
Wacana rendahnya pendi�dikan perempuan pada dasarnya merupakan mitos sosial yang terus bergulir dan mengancam terhadap konsistensi kaum perempuan itu sendiri, maka dari itu langkah cerdas untuk mengikis konsep kesenjangan tersebut merupakan langkah yang harus dilakukan oleh siapa saja, lebih-lebih oleh kaum perempuan itu sendiri, sehingga mitos-mitos tersebut dengan sendirinya akan bergeser dan dengan demikian posisi pendidikan perempuan akan terus bangkit dan menyetarai dengan pendidikan, lawan jenisnya, para laki-laki.
Bahkan perlu kita garis bawahi, bahwa dalam konteks Islam pun sudah ditegaskan, bahwa sebenarnya tidak ada dikotomi pendidikan antara laki-laki dan perempuan. Justru pendidikan itu sendiiri menjadi wajib dimiliki oleh setiap orang Islam baik laki-laki maupun perempuan.
Dasar ini cukup untuk menjadi alasan bagi kita semua untuk sama-sama menghapus kesenjangan pendidikan tersebut. Maka metologi pendidikan perempuan yang menyatakan bahwa perempuan masih tertinggal dibandingkan dengan laki-laki dalam sektor pendidikan harus kita minimalisir dalam upaya menciptakan iklim pendidikan yang setara tanpa harus mempersoalkan jenis kelamin masing-masing. Karena sekali lagi laki-laki maupun perempuan sama-sama memiliki hak dan kewajiban untuk mencicipi dan memiliki pendidikan yang memadai. ( diposting oleh : Budi.ES. dikutip dari berbgai sumber )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar